Oleh :

Mazdalifah

Yovita Sabarina Sitepu

Latar Belakang

Konten lokal merupakan aspek penting dan perlu mendapat perhatian oleh penyelenggara televisi. TVRI sebagai lembaga penyiaran publik harus memperhatikan hal ini, mengingat tugas utamanya adalah melayani kebutuhan masyarakat dengan memberikan informasi, pendidikan, hiburan yang sehat , cerdas dan mendidik. Selain itu TVRI bertugas pula menjadi perekat sosial serta melestarikan budaya bangsa dan mempersatukan bangsa melalui siarannya di seluruh wilayah Indonesia.

Persoalan konten lokal telah diatur oleh undang-undang no, 32 tahun 2002, tentang penyiaran pada pasal 36 : “ Isi siaran dari jasa penyiaran televisi yang diselenggarakan oleh lembaga penyiaran swasta dan lembaga penyiaran publik, wajib memuat sekurang-kurangnya 60% mata acara yang berasal dari dalam negeri “ . Selain itu persoalan konten lokal juga diatur oleh Komisi Penyiaran Indonesia ( KPI ) dalam Pedoman Perilaku Penyiaran ( P3 ) dan Standar Program Siaran ( SPS ). Konten lokal dalam ketentuan tersebut dinyatakan sebagai program dengan muatan lokal, baik program faktual maupun non faktual yang mencakup peristiwa, isu-sisu, latar belakang cerita, dan sumber daya manusia, dalam rangka pengembangan budaya dan potensi daerah setempat.

Kewajiban memasukkan konten lokal dalam setiap program acara didasari pula bahwa frekuensi yang dipakai adalah milik publik. Penggunaan frekuensi ini bersifat sementara sehingga penyelenggara siaran televisi harus menggunakannya untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. TVRI SUMUT sebagai lembaga penyiaran publik mempunyai tanggung jawab menjunjung tinggi nilai-nilai yang banyak ditinggalkan oleh lembaga televisi swasta.

TVRI SUMUT dalam pengamatan tim peneliti menampilkan konten lokal dalam penyiarannya. Program acara seperti musik daerah, lagu-lagu, ataupun acara bincang-bincang banyak ditayangkan oleh TVRI SUMUT. Propinsi Sumatera Utara merupakan propinsi yang masyarakatnya terdiri dari beragam etnis. Etnis Batak yang terdiri dari batak Karo, Simalungun, Toba, Mandailing, menempati posisi mayoritas. Disamping itu adapula etnis Melayu, Jawa, Padang, Aceh, Nias, dan lain sebagainya. Keragaman etnis ini menyatu selaras dalam kehidupan masyarakat yang tersebar di beberapa kabupaten dan kotamadya.

Riset penonton diperlukan untuk mengetahui pendapatnya terhadap konten lokal yang ada di TVRI SUMUT . Pendapat ini akan sangat membantu TVRI SUMUT untuk mengembangkan konten lokalnya menjadi lebih baik. Riset ini dilakukan di enam wilayah Propinsi Sumatera Utara : Medan, Binjai, Langkat, Deli Serdang, Serdang Badagai, dan Tebing Tinggi.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini mempunyai tujuan sebagai berikut :

  1. mengetahui profil penonton TVRI SUMUT di enam wilayah Provinsi Sumatera Utara ( medan, Binjai, Langkat, Deli Serdang, Serdang Bedagai dan tebing Tinggi )
  2. mengetahui pendapat penonton TVRI SUMUT di enam wilayah Propinsi Sumatera Utara ( medan, Binjai, Langkat, Deli Serdang, Serdang Bedagai dan Tebing Tinggi ) tentang konten lokal

Manfaat Penelitian

  1. Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat kepada pihak TVRI khususnya TVRI SUMUT, terutama bagian perencanaan program di daerah guna mengembangkan program siaran yang berisi konten lokal.
  2. Menjadi kajian dalam rangka mengembangkan riset ( penelitian ) tentang siaran konten lokal khas Sumatera Utara.

Metodologi

Lokasi penelitian : Propinsi Sumatera Utara di enam wilayah ( Medan, Binjai, Langkat, Deli Serdang, Serdang Bedagai, dan Tebing Tinggi ).Metode penelitian menggunakan metode survei.Populasi : berjumlah 5.927.785. orang Jumlah Sampel : 400 orang dengan menggunakan rumus Slovin dengan tingkat kepercayaan 95 % dan sampling error +/- 5 %. Teknik penarikan sampling menggunakan teknik Multistage Random Sampling. Teknik dipakai karena menjanjikan sampel yang representatif dari populasi yang kompleks dan heterogen. tahap pertama memilih kecamatan, setelah itu memilih kelurahan, kemudian RW dan akhirnya memilih RT sebagai kluster terkecil. Responden yang terpilih di tingkat RT harus memenuhi kriteria tertentu : di atas 17 tahun, menonton TVRI dan bertempat tinggal di enam wilayah penelitian. Metode pengumpulan data menggunakan kuesioner dan Focus Group Discussion ( FGD ). Metode Analisis data menggunakan tabel tunggal dan diperkaya dengan uraian yang diperoleh dari hasil FGD. Pelaksanan penelitian : Agustus – Oktober 2014.

Tinjauan Pustaka

TVRI SUMUT merupakan lembaga penyiaran yang memenuhi syarat sebagai lembaga penyiaran publik.TV publik pada intinya adalah TV yang berorientasi kepada kepentingan khalayaknya untuk memenuhi 1) hak untuk mendapatkan informasi ( right to know ), 2) hak untuk menyatakan pendapat ( right to express ). Kedua hak publik ini menjadi landasan setiap proses pembentukan pendapat publik ( public opinion )   ( Mufid, 2005 : 52 ).

Definisi tersebut mengandaikan bahwa penyiaran publik dibangun didasarkan pada kepentingan, aspirasi, gagasan publik yang dibuat berdasarkan swadaya dan swamandiri dari masyarakat atau publik pengguna dan pemetik manfaat penyiaran publik.Oleh karena itu, ketika penyiaran publik dibangun bersama atas partisipasi publik, maka fungsi dan nilai kegunaan penyiaran publik tentunya ditujukan bagi berbagai kepentingan dan aspirasi publik.

Sementara itu syarat penyiaran publik diantaranya adalah media yang : 1) tersedia secara general geographic 2) peduli terhadap identitas dan kultur bangsa 3) bersifat independen, baik dari kepentingan negara maupun kepentingan komersil, 4) memiliki imparsialitas program, 5) memiliki ragam variasi program, dan 6) pembiayaannya dibebankan kepada pengguna media.

Senjaja mengutip pernyataan Mc, Quail mengenai urgensi media penyiaran publik untuk menjujung nilai-nilai yang banyak ditinggalkan oleh media komesial, seperti independensi, solidaritas, keanekaragaman (opini dan akses) objektivitas, dan kualitas informasi.layaknya lembaga publik seperti yang terjadi di negara-negara demokrasi ( dalam Mufid, 2005: 80)

Idealnya, Lembaga Penyiaran Publik (LPP) berorientasi pada penyiaran yang mengusung nilai-nilai lokal dan kepentingan-kepentingan masyarakat lokal.TVRI selama ini berusaha untuk menjalankan missi ini.Bekerjasama dengan stasiun televisi di daerah TVRI menyajikan nilai budaya masing-masing daerah. Program pertanian di daerah, dipadukan sajian tarian dan lagu daerah kerap muncul dalam program TVRI.

Konten Lokal di dalam Penyiaran

Undang-undang no.32 tahun 2001 telah mengatur konten lokal di dalam program siaran televisi publik maupun swasta .Pasal 36 menyatakan isi siaran dari jasa penyiaran televisi, yang diselenggarakan oleh Lembaga Penyiaran Swasta dan Lembaga Penyiaran Publik, wajib memuat sekurang-kurangnya 60% (enam puluh per seratus) mata acara yang berasal dari dalam negeri.

Selain itu, persoalan mengenai konten lokal juga diatur oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dalam Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) dan Standar Program Siaran (SPS). Program lokal adalah program dengan muatan lokal, baik program faktual maupun non faktual, yang mencakup peristiwa, isu-isu, latar belakang cerita, dan sumber daya manusia, dalam rangka pengembangan budaya dan potensi daerah setempat.

Secara lebih jelas bab XII Pasal 52 dalam Standar Program Siaran mengenai Program Lokal dalam Sistem Stasiun Jaringan menjelaskan bahwa:

  • Program siaran lokal wajib diproduksi dan ditayangkan dengan durasi minimal 10% (sepuluh per seratus) dari total durasi siaran berjaringan per hari.
  • Program siaran lokal sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) minimal 30% (tiga puluh per seratus) diantaranya wajib ditayangkan pada waktu prime time waktu setempat.
  • Program siaran lokal sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) secara bertahap wajib ditingkatkan hingga 50% (lima puluh per seratus) dari total durasi siaran berjaringan per hari.

Kajian mengenai lokalisme (localism) dimulai oleh Federal Communications Commision (FCC) Amerika Serikat ketika mendefinisikan mengenai lokalisme (localism) pada tahun 1998. Lokalisme adalah area geografi yang berbeda berkaitan dengan layanan lembaga penyiaran kepada komunitas di setiap lokasi/wilayah penyiarannya (O’Regan, 1993:xxi). Selanjutnya Napoli menjelaskan bahwa konten lokal dalam kebijakan media didasarkan pada asumsi normatif bahwa setiap stasiun TV wajib dan harus meliput isu-isu lokal, melaporkan berita-berita lokal, memproduksi program lokal dan menyediakan saluran bagi aspirasi lokal ( 2001 : 373 )

Tiap-tiap negara memiliki aturan mengenai konten lokal dalam penyiaran mereka. Kegunaannya tidak lain adalah untuk mempromosikan program yang bersifat lokal dan sektor penyiaran lokal itu sendiri. Konten lokal juga dilihat sangat penting untuk mempromosikan pluralisme dan melindung identias, persatuan dan kesatuan suatu bangsa (Bhattacharjee dan Mendel, 2001).

Negara Kanada mengatur tentang konten lokal dimana peraturan penyiaran mereka mewajibkan sistem penyiaran dimiliki dan diatur oleh warga Kanada guna menjaga dan memperkuat identitas nasional dan kesatuan budaya. Sementara itu, di Perancis buku, program televisi dan film dipandang sebagai bagian dari identitas nasional. Selain itu, konten lokal juga penting untuk menghindari negara-negara, di mana sektor penyiarannya belum maju, dari homogenisasi program dari negara yang sudah sangat maju sektor dan produksi penyiarannya seperti Amerika Serikat (Bhattacharjee dan Mendel, 2001:1-2).

Negara lain seperti Australia, Kanada dan Afrika Selatan menggunakan pendekatan yang progresif dan berlapis terkait aturan mengenai konten lokal dengan beberapa gambaran, yaitu :

  • Dihitung atas dasar per jam, per hari, per minggu, dan atau per tahun.
  • Kuota variabel untuk penyiaran dan program yang berbeda:
  • Televisi dan radio
  • Terestrial, kabel dan satelit
  • TV yang gratis dan berbayar
  • Penyiaran publik dan swasta
  • Drama, film, program anak, berita, talkshow, video musik, beragam jenis musik
  • Produksi ­in-house dan independen (yang dikontrak)
  • Kebebasan bagi pelaku penyiaran yang memiliki program spesial bagi komunitas tertentu, di mana hanya sedikit atau tidak ada di lokal yang memproduksi program tersebut.
  • Penerapan kuota secara progresif guna memberikan kesempatan bagi pelaku penyiaran untuk meningkatkan produksi konten lokal dari waktu ke waktu.
  • Peninjauan dan pengkajian secara berkala mengenai kuota guna menjelaskan dampak aturan bagi pelaku penyiaran, serta perubahan-perubahan yang relevan seperti kapasitas produksi lokal.(Bhattacharjee dan Mendel, 2001:7):

Adapun beberapa contoh kuota konten lokal di beberapa negara, yaitu sebagai berikut :

  • Australia: televisi 55% dari pukul 18.00 hingga tengah malam
  • Bulgaria: televisi dan radio setidaknya 50% produksi Eropa dan Bulgaria
  • Perancis: televisi 40% produksi Perancis dan 60% produksi Eropa
  • Malaysia: televisi 60% program berbahasa nasional, ditingkatkan menjadi 80% pada tahun 2000, untuk ­free-to-air television dan saluran yang menggunakan kabel dan satelit tertentu. Untuk radio 60% lokal dan meningkat 80% di tahun 2000.
  • Korea Selatan: Televisi terestrial untuk program impor dibatasi hingga 20%. Untuk televisi kabel siaran olahraga luar negeri, program ilmu pengetahuan dan dokumenter dibatasi hingga 50%. Jenis program asing lainnya, termasuk film dibatasi hingga 50%.

Bhattacharjee dan Mendel merekomendasikan aturan mengenai konten lokal . Secara umum konten lokal harus memenuhi kaidah sebagai berikut :

  • aturan konten lokal harus mendukung pluralisme,
  • aturan konten lokal harus diimplementasikan dengan aturan hukum yang jelas,
  • aturan konten lokal harus realistis dan dapat diprediksi,
  • aturan konten lokal harus dicapai secara progresif.

Hasil Penelitian dan Pembahasan

  1. Profil Penonton

Kegiatan menonton televisi merupakan kegiatan yang amat disukai oleh seluruh lapisan masyarakat. Data profil menonton TVRI SUMUT berdasarkan jenis kelamin menunjukkan bahwa jumlah penonton wanita ( 54,5 % ) lebih banyak daripada penonton laki-laki ( 45,5 % ).Hasil ini menunjukkan adanya keseimbangan perbandingan antara penonton jenis kelamin laki-laki dan penonton jenis kelamin perempuan. Gambaran tentang usia menunjukkan bahwa penonton umumnya berada pada usia produktif yaitu usia dimana seseorang bekerja dan menghasilkan sejumlah pendapatan. Penonton paling banyak berusia 33-40 tahun (23,8%) dan 41-50 tahun (23,5%).

Selanjutnya profil penonton berdasarkan suku bangsa memperlihatkan bahwa suku Jawa menduduki posisi paling tinggi 53,8 %. Hal ini sesuai dengan sejarah yang mencatat bahwa suku jawa sudah sejak lama tinggal di tanah Sumatera yang dikenal dengan jaman Koeli Kontrak. Mayoritas agama adalah Islam ( 87,8% ) . Sementara itu pendidikan penonton berada di tingkat pendidikan menengah ( tamat SLTA atau tidak tamat SLTA ). Berdasarkan pendapatan menunjukkan sebanyak 76 % penonton mempunyai penghasilan antara 1 – 5 juta per bulan. Profil penonton TVRI SUMUT berdasarkan pekerjaan memperlihatkan menunjukkan bahwa 36,8%. bekerja sebagai wiraswasta

Data tentang frekuensi menonton TVRI dalam seminggu terakkhir semasa penelitian dilakukan menunjukkan bahwa ada 36,3 % jarang menonton ( tidak setiap minggu ), 28% hanya menonton 1-2 hari dalam seminggu, 20,3% menonton setiap hari, 15,5 % menonton 3- 4 hari dalam seminggu. Berdasarkan hasil FGD acara yang banyak ditonton adalah berita daerah , berita nasional, musik daerah dan liputan tentang budayanya. Mereka menyatakan bahwa acara seperti ini tidak ditemukan pada televisi swasta, hal ini bisa merupakan keunggulan yang dimiliki oleh TVRI.

Konten Lokal TVRI SUMUT

TVRI SUMUT sebagai bentuk penyiaran publik menyelenggarakan siarannya setiap hari dari pukul 15.00 wib sampai pukul 11.00 malam. Komposisi siarannya terdiri dari siaran lokal Sumatera Utara sebanyak 30% dan dan pusat ( Jakarta ) sebanyak 70%. Berdasarkan hasil tabulasi data di enam wilayah ( Medan, Binjai, Langkat, Deli Serdang, Serdang Bedagai, Tebing Tinggi ) program acara TVRI Sumut yang banyak ditonton adalah Musik Daerah, Sumut 45, dan Musik Melayu. Program ini merupakan acara unggulan yang banyak peminatnya di enam wilayah penelitian di Sumatera Utara.

Musik daerah adalah acara yang berisi tentang lagu-lagu yang diringi musik dan tarian daerah. Biasanya musik daerah menampilkan lagu-lagu dari daerah batak toba, batak karo, batak simalungun, melayu dan jawa.

Peneliti melakukan tabulasi silang antara konten lokal dengan usia. Hasil memperlihatkan bahwa penggemar acara Musik Daerah paling banyak berusia 23-27 tahun (68.40%). Acara Sumut 45 mempunyai penonton paling banyak di usia 28-32 tahun (56.10%). Acara Musik Melayu mempunyai penonton paling banyak di usia > 57 tahun (29%) . Data ini menunjukkan konten lokal ternyata digemari oleh penonton usia muda. Mereka menonton TVRI SUMUT yang menayangkan lagu-lagu dari daerah Karo, Jawa , dan lagu Batak. Temuan ini tentu saja merupakan hal yang baik, dimana TVRI dapat menumbuhkan rasa cinta generasi muda kepada musik daerah.

Program unggulan di TVRI SUMUT yang memiliki konten lokal secara lebih lanjut akan dilihat lagi penyebarannya di enam wilayah penelitian. Hasil menunjukkan bahwa untuk acara SUMUT 45 banyak ditonton di wilayah Serdang Bedagai (52.3%), selanjutnya wilayah Deli Serdang (51.7%) , wilayah Medan ( 49.3% ), wilayah Tebing Tinggi ( 45.8% ), wilayah Binjai (42.8%) , dan terakhir wilayah Langkat ( 42,6 %).

Program acara Musik Daerah banyak di tonton di wilayah Serdang Bedagai ( 84.1%), kemudian wilayah Deli Serdang (75%), wilayah Medan (61.8%.), wilayah Tebing Tinggi (54.2%), wilayah Binjai ( 31.3% ) , dan terakhir wilayah Langkat dengan jumlah responden sebanyak 31.1%.

Program acara Musik Melayu ditonton oleh 36% penonton di wilayah Medan, wilayah Deli Serdang 26.7% , wilayah Serdang Bedagai 18.2% , wilayah Langkat terdapat 16.4%, wilayahBinjai 6.3% , dan wilayah Tebing Tinggi 4.2% responden.

Penelitian ini berusaha mengetahui pendapat masyarakat program acara apa saja yang penting mengangkat konten lokal. Mayoritas penonton menyatakan bahwa program acara yang paling penting mengangkat konten lokal tentang Sumatera Utara adalah program acara Berita (78,5%), selanjutnya musik (56%), film (35,8%), sinetron (34,3%), talkshow (16,3%), program komedi (9,5%), pertandingan olahraga (9,5%), variety show (6,3%), kuis (3,8%), dan program acara kartun (3,8%). Hal ini sejalan dengan hasil Focus Group Discussion (FGD) bahwa responden menyarankan agar program acara seperti berita, hendaknya banyak memberitakan peristiwa yang terjadi di wilayah Sumatera Utara. Menurut mereka amat penting mengetahui apa yang terjadi di Sumatera Utara dibandingkan peristiwa Di Jakarta atau daerah Jawa lainnya. Mereka beranggapan karena tinggal di Sumatera Utara selayaknya mengetahui apa saja perkembangan yang telah terjadi. Demikian pula dengan musik-musik daerah, menurut mereka agar lebih ditingkatkan. Mereka merasa tertarik dan suka menonton musik-musik daerah Sumatera Utara, karena merasa lebih dekat dan mengenalnya daripada musik-musik daerah lain.

Penonton memberikan beberapa masukan tentang tema konten lokal yang perlu diangkat.

Mereka menyatakan tema budaya (Adat istiadat, Budaya Batak, Cerita daerah, Lagu, tarian, Budaya Melayu, Budaya Sumut, Budaya Sumut yang hampir hilang) penting untuk diangkat (74,3%). Selanjutnya tema Musik (alat musik tradisional, Lagu Batak, Lagu Melayu, Musik karo, Musik keroncong) sebanyak 54%. , tema Kuliner (Masakan tradisional tiap suku, Masakan khas) sebanyak 35%, tema Informasi Kriminalitas (Patroli, Peredaran narkoba, berita kriminal terkini) sebanyak 31,5%, tema politik (berita politik sumut, Pemeritahan Sumut, Debat, Transparansi Parpol) sebanyak 24,3%, tema ekonomi (acara wirausaha, harga barang pokok, Lowongan kerja, Perdagangan, Taraf hidup di Medan) sebanyak 23,5%, dan tema Lainnya (Keadilan hukum di SUMUT, Pendidikan, Agama, wisata, Gaya hidup orang Sumut, Artis-artis daerah) sebanyak7,5%.

Hasil Focus Group Discussion diperoleh bahwa mayoritas penonton menyenangi tema budaya dan musik sebagai konten lokal Sumatera Utara. Mereka berharap bahwa TVRI SUMUT tetap mengangkat dan meningkatkan jam tayang konten lokal. Ibu R seorang peserta diskusi dari Medan menyatakan keinginannya agar TVRI SUMUT lebih banyak meliput acara daerah, sehingga bisa ingat kampung halamannya di Sipirok , Tapanuli Selatan. Demikian pula dengan bapak DCS dari Langkat meninginkan agar TVRI SUMUT banyak meliput acara daerah tentang kebudayaan dan juga tentang agamanya. Ketertarikan penonton terhadap konten lokal mungkin karena faktor kedekatan. Dimana tema suatu program tidak jauh berbeda dengan latar belakang penonton, dan tentu saja hal ini diharapkan akan meningkatkan daya tarik penonton terhadap program yang disiarkan oleh televisi tersebut.

Berdasarkan data yang telah diuraikan di atas dapat disimpulkan bahwa konten lokal yang ada di TVRI SUMUT ternyata diminati oleh responden penelitian. Terutama pada konten musik daerah, yang ternyata banyak dinikmati penonton dari kalangan generasi muda. Temuan ini tentu saja menggembirakan di tengah gencarnya musik asing menerpa generasi muda. Pendapat peserta FGD dari kalangan muda berinisial AW bertempat tinggal di Deli Tua Medan mengatakan : saya suka acara musik seperti keroncong yang tidak ada disiarkan di TV swasta . Musik keroncong termasuk musik daerah, selain menggunakan bahasa Indonesia menggunakan pula bahasa Jawa. Alunan musiknya yang tenang mampu memikat hati penonton dari kalangan generasi muda.

Pihak KPI ( Komisi Penyiaran Indonesia ) telah memberlakukan peraturan bahwa stasiun televisi harus memuat minimal 10% konten lokal. Berdasarkan hal ini TVRI SUMUT telah memenuhi syarat tersebut, karena berdasarkan pengamatan konten lokalnya ada 30 % dari total muatan acara seluruhnya. Sementara itu sisanya 70 % berasal dari TVRI Pusat Jakarta. Hasil FGD kepada penonton TVRI menunjukkan bahwa mereka menginginkan muatan lokal daerah Sumatera Utara lebih di perbanyak lagi. Salah seorang peserta diskusi , berinisial M penonton dari Deli Serdang mengatakan konten lokal diperbanyak seperti tayangan pertanian. Apalagi Indonesia adalah negara agraris dimana penduduknya banyak bekerja di sektor pertanian, jadi selayaknya tayangan pertanian harus mendapat perhatian lebih dibandingkan dengan tayangan lainnya.

TVRI SUMUT yang beroperasi dari mulai pukul 15,00 wib sampai dengan pukul 11.00 malam. Konten lokal dari Sumatera Utara ditayangkan pada jam 15,00 – 19,00. wib. Jam tayang konten lokal ini belum sepenuhnya dapat ditayangkan pada masa prime time ( 19.00 – 21.00 wib ), karena pada jam ini TVRI SUMUT merelay tayangan pusat Jakarta. Meskipun tayangan Pusat masih dapat dikatagorikan sebagai tayangan lokal, namun para penonton lebih menginginkan konten lokal bermuatan daerah yang lebih banyak ditayangkan.

Menurut pandangan peneliti konten lokal di TVRI SUMUT telah berfungsi dalam mempromosikan program yang bersifat lokal. Tayangan musik daerah maupun musik melayu menampilkan ke khas an budaya yang ada di daerah Sumatera Utara, dalam bentuk tarian maupun lagu-lagu dan musik daerah. Seperti yang telah diketahui bahwa Propinsi Sumatera Utara merupakan wilayah yang mempunyai multi etnis seperti: batak, jawa, melayu , nias , padang , dan sebagainya, kekayaan etnis ini telah ditayangkan oleh TVRI SUMUT melalui acara-acara tersebut.

Adanya penayangan semacam ini diharapkan dapat memperkuat identitas masyarakat Indonesia khususnya masyarakat Propinsi Sumatera Utara. Penguatan identitas ini menjadi penting, agar masyarakat Indonesia tidak mudah dipengaruhi oleh budaya dari luar negeri. Identitas bangsa menjadi perhatian mengingat dewasa ini banyak penduduk bangsa yang kehilangan jati dirinya. Globalisasi yang melanda dunia, mengharuskan setiap bangsa berjuang dan diharapkan mampu menampilkan kekhasannya masing-masing. Jati diri berfungsi sebagai kekuatan yang membuat sebuah bangsa maju dan berkembang.

Penutup

Konten lokal dalam penyiaran publik TVRI SUMUT telah diakomodir dengan baik. Penonton berharap agar konten lokal di TVRI SUMUT muatannya lebih diperbanyak. Penonton menyenangi konten lokal karena merasa dekat dan akrab dengan budaya ataupun berita yang ditayangkan. Pemerintah diharapkan lebih memberi perhatian yang besar terhadap muatan konten lokal agar mutu tayangan lebih berkualitas, bervariasi dan menarik perhatian.

DAFTAR PUSTAKA

Armando, Ade. (2011). Televisi Jakarta di Atas Indonesia. Yogyakarta: Bentang

Baran, Stanley J. dan Davis, D. K. (2010). Mass Communication Theory: Foundations, Ferment and Future. Boston: Wadsworth.

Bhattacharjee dan Mendel (2001), Local Content Rules in Broadcasting,

Blumler, J.G, E. Katz, dan M.Gurevitch. (1974). The Uses of Mass Communication: Current Perspectives on Gratification Research, Beverly Hills, CA: Sage Publications.

Darwanto. (2007). Televisi Sebagai Media Pendidikan. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Dominick, Joseph R., Fritz Messere,  dan Barry L Sherman. (2004). Broadcasting, Cable, the  Internet, and Beyond. Boston: McGraw-Hill.

Kitley, Philip, (2000)Television Nation, and Culture In Indonesia, , USA, Ohio University Center For International Studies

Littlejohn, (2002), Theories of Human Communication, USA, Sage Publications

Mufid, Muhammad. (2005). Komunikasi dan Regulasi Penyiaran. Jakarta: Kencana – Prenada Media

Mulyana, Deddy dan Ibrahim, Idi Subandi. (1997). Bercinta dengan Televisi. Bandung:Rosdakarya.

Napoli, P. M. (2001b). The Localism Principle in Communications Policymaking and Policy Analysis: Ambiguity, Inconsistency, and Empirical Neglect. Policy Studies Journal, 29(3), 372

O’Regan, T (1993). Australian Television Culture. Sydney: Allen and Unwin

Rianto, Puji, dkk. (2012). Dominasi TV Swasta (Nasional), Tergerusnya Keberagaman Isi dan Kepemilikan. Yogyakarta: PR2Media – Yayasan Tifa.

Ries, Al dan Trout, Jack. (1986). Positioning. New York: McGraw-Hill.

Sen & Hill, (2000), Media, Culture, and Politics in Indonesia, Equinox Publishing

Tuner, Lynn H. dan West, Richard. (2008). Pengantar Teori Komunikasi: Analisis dan Aplikasi. Jakarta: Salemba Humanika.

Wirodono, Sunardian. (2005). Matikan TV-Mu. Yogyakarta: Resist Book.